Selasa, 15 Oktober 2013

Yang Bersembunyi di Balik Pena

 
Ada yang senang bersembunyi. Dibalik penanya dibalik hatinya. Lembar demi lembar. Pena demi pena. Tinta demi tinta. Namun demikian ia tetap bersembunyi. Mungkin ia malu melakukan pengakuan atas kelemahannya. Atau mungkin ia tidak mau menyombongkan diri pada sesama. Ya begitulah persembunyiannya, dibalik pena.
Berharap ada manusia lain yang mengerti akan dirinya, ia menulis. Berharap tak ada yang tahu hatinya, ia menulis. Kata-kata rumit dapat menimbulkan pembaca tersesat dan lagi tak bisa menemukan persembunyiaannya. Ulang kita baca semakin tersesat nyata.
Mungkin ia hendak mengatakan bahwa ia ada, ia bersembunyi, dan ia tidak ingin ditemukan.
Kami baca tiap frasa. Kami dalami tiap makna. Hampir kami jumpai ia. Di hampir itu kami kehilangannya.
                Wahai manusia yang bersembunyi di balik pena, keluarlah. Aku ingin kita bicara. Empat mata saja tanpa mata-mata. Kita debatkan kejujuran yang kau sembunyikan dalan barisan aksara. Kita pelajari tiap gaya dalam persembunyian aksara. Pasti akan menyenangkan.
Wahai yang bersembunyi dibalik pena, bicaralah, bicaralah pada pena. Yang telah siratkan pelajaran di tiap akhir tanda baca. Jujurlah sebenarnya anda terluka di persembunyian. Anda muak dengan semua omong-omong manusia. Anda bosan dengan keadaan yang penuh pembodohan. Dan anda cinta.cinta pada nona.
Buat surat gugatan untuk jiwa-jiwa yang tergugat duniawi. Layangkan protes akan mahalnya tinta, mahalnya harga, mahalnya citra. Keluarkan sindiran-sindiran yang membuat pembaca semakin tunduk bukan mengantuk. Buat surat cinta dan berilah nama nona dan anda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar