Kamis, 10 Oktober 2013

karya

            Saat melihat film “2012” saya tidak percaya bahwa akan terjadi kiamat secepat itu dan setidak logis itu. Namun tidak menutup kemungkinan semua akan terjadi, bahkan lebih dahsyat. Namun yang saya yakin kiamat semakin dekat tidak mungkin semakin jauh. Saya membayangkan betapa indahnya surga yang telah dijanjikan namun saya yakin saya tidak akan pernah kesana dengan keadaan saya sekarang kecuali Allah berkehendak lain. Saya pernah bertanya –pertanyaan bodoh mungkin- adakah gunung dan alam untuk dijelajahi di tempat kesudahan dunia. Saya semakin yakin bahwa pertanyaan itu adalah benar-benar pertanyaan bodoh, dengan segala keterbatasan saya sebagai manusia saya tidak akan menemukan jawabannya.
            Namun saya telah menemukan serpihan kecil dari surga itu di bumi. Keindahan alam raya yang tiada tara. Tidak ada kata yang mampu mendeskripsikan keindahan pertiwi ini, jikapun ada itu hanya coretan tinta dari sebuah aksara yang tersusun rapih dalam halaman-halaman –buku-. Menjelajah adalah surga dunia. Walau hanya sebatas menyusuri rel kereta, menghitung kepiting sepanjang garis pantai. Menjadi tukang sampah di gunung-gunung. Berenang di udara. Terjebak dalam jeram. Menggantikan peran ‘’kalong’’ dalam gua. Bahkan berjalan melewati gang sempitpun suatu surga jika kita dapat pelajaran.  Entah gunung atau tempat mana yang akan saya singgahi sebelum mata ini merekat rapat. Dan bila saya mati pastilah tidak ada yang saya bawa, tidaklah manusia mengenang saya. Saya pernah membaca dengan petikan “manusia tidak akan dikenang tanpa sebuah karya” maka aku “menulis”. Entah bermanfaatkah coretan-coretan ini, jikapun tidak saya telah mencoba. karna ada suatu titik dimana manusia tidak akan berhasil, dia hanya mampu merayakan percobaan-percobaannya. Namun itu bukan pembenaran jika kita gagal.
             Di akhir ketakutan-ketakutan semu saya mulai menyusun lembar-lembar yang tercecer di otak –yang katanya masih berfungsi-. Perjalanan kecil, saya rasa belumlah saya berprestasi yang memposisikan saya harus membagikan kiat-kiat agar berhasil. Namun saya ingin membagikan perjalanan kecil tadi yang penuh dengan ketidak berhasilan agar kita semua dapat mengambil pelajaran.   
            Dalam vidio clip “paradise”nya ColdPlay saya terkesan dengan –sepertinya- gajah yang berusaha mencari surganya didunia sebelum surganya disana. Terjebak dalam kandang bukanlah hal yang menyenangkan, walaupun semua telah tersedia disana. Makanan tak pernah kurang, dimanjakan pawang, bahkan dikagumi semua pengunjung. Tapi bukan itu. Bukan itu kehidupan. Gajah itu berani keluar dari zona nyaman, berlari dari penjaga kepentingan, bersepeda entah berapa jauh, berkereta dengan terus berfikir apa selanjutnya, survive mencari makan ditengah kehidupan manusia yang tamak, namun ia tetap ceria dengan selalu tersenyum hingga akhirnya ia bertemu dengan keluarga dan “surga”nya.
            Terkadang kita lebih rendah dari binatang –gajah-. Kita hanya bisa menerima dan menerima, tidak tahu bahwa sebenarnya potensi diri dan alam luar yang lebih dahsyat dibandingkan yang kita bayangkan. Kita hanya menjadi obyek pembodohan sang majikan. Maka dari itu mari kita temukan surga kita, mari merdeka, bebas –dengan aturan-. Dan inilah sebagian dari surga saya, MENGEMBARA. BERKARYA.

KARYA
Karya?
Karya adalah diri kita..!
Diri kita dengan prilaku

Hanya balita yang bisa berkarya dengan mengadukan bibir semata
Diri ini adalah penggerak kemunafikan, kebohongan, dan berujung kehancuran

Karya adalah…
Sebuah tentang petunjuk tentang dimana ia ditempatkan
Terjebak dalam kenistaan atau memberontak dari peradaban
Menciptakan segala keajaiban…
Berprinsip diluar kemampuan fikiran

Berkarya dengan tindakan! Bergerilya!
Sadar akan eksistensi diri terhadap perubahan

Tetesan darah pejuang
Air mata ibu mereka
Kegelisahan anaknya
Semua mengalir dalam diri…

Revolusi belum berakhir
Dan
Tidak akan pernah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar