Ada
yang bertanya mengapa “sisa tinta”? jawabannya penuh dengan klise dan
pembenaran. Mungkin karena aku menulis hanya bagian dari sisa tenaga seharian.
Ketika siang hari berjuang penuh dengan peluh lalu malamnya mengeluh. Aku
menulis. Atau memang semua yang aku tulis adalah sisa-sisa yang tak ada guna.
Tentang gugatan-gugatan kerdil tentang kehidupan. Makian-makian nyata tentang
cinta. Bahkan ego atas kenangan yang ingin dikembalikan. Semua berbentuk sisa.
Tidak utuh dan tidak akan pernah utuh.
Aku
juga menulis dengan sisa. Sisa batrai dilaptop. Sisa quota kata. Sisa
kejengkelan. Sisa tenaga. Sisa inspirasi. Sisa hati. Disisa malam menuju pagi.
Mengapa menulis lebih mengasyikan malampun jawabannya masih abu. Mungkin
keheningannya. Mungkin suhunya. Atau mungkin segala yang hitam harus keluar
pada malam.
Dan
pada akhirnya pembaca hanya mendapatkan sisa-sisa yang sebenarnya tidak layak
dipersembahkan. Namun yang unik adalah pembaca dan penulis sama-sama
menggunakan sisa usia untuk melihat jejeran aksara ini. Yang mungkin akan
dimintai pertanggungjawabannya kelak. Bergunakah membaca disini? Silahkan
pembaca pergi duluan.
“Aku masih ingin
menulis hingga tulisan nyata berguna”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar