Minggu, 13 Oktober 2013

"Acun"

          Tak pernah berfirasat ataupun berangan bisa menjalani hidup di alam bebas. Petualangan terbesarku pun hanya berjalan sejauh beberapa kilometer dari rumah ke kampung sebelah dengan perbekalan yang “lebay” ala anak-anak ingusan komplek. Ya saat itu aku masih SD, anggota petualangan itu beberapa teman –lupa siapa persisnya- dan kakakku yang pemberani “ERA”, sebagai leader.
            Namun di luar kemalanganku di alam bebas aku tetap bersyukur bisa “dijebak” oleh Asep Rakhmat Abdul Aziz –sekarang menjadi salah satu sahabat terbaikku- yang kala itu mengaku bernama “koko”. Tak habis fikir dari mana nama “koko” bisa melekat pada dirinya. Jika dibandingkan dengan warna kulitku memang iya jauh lebih putih, namun itu dulu sebelum kami terperosok di dunia ini. Ia mengajakku latihan pegiat alam yang ada disekolah PA-STAMPARA namanya. Entah mengapa aku langsung mau, padahal aku sudah daftar pasukan baris-berbaris. Mungkin karena jenuh ketika masa SMP yang hampir semua isi otakku tentang baris, aku mulai ingin beranjak kedunia lain. Ketika itu yang aku bayangkan tentang PA-STAMPARA adalah camping hangat dengan api unggun, makanan, gitar dan nyanyian. Namun nyatanya? akan ku ungkap nanti didepan.
            Terimakasih Acun atas rayuan mautmu waktu itu hingga aku bisa terperdaya. “Acun” nama koko telah berganti dengan seiringnya waktu, walaupun banyak nama yang pernah kami sematkan pada Asep namun Acun is famaous. “hejo” kami pernah menyebutnya dengan nama itu, karena ia selalu mengenakan kaos berwarna hijau atau hejo dalam bahasa sunda atau “Aceng” singkatan dari “Acun Buceng” pernah kami sematkan. Nama itu bertengger karena ketika DIKLAT-SAR PA-STAMPARA di Situ Lembang.
“sekarang kalian shalat lalu persiapkan alat masak!”
“instruksi Kang...! saya tidak bisa shalat”
“kenapa kamu?”
“saya habis mimpi”.
            Itulah pernyataan terakhir Acun yang membelah pagi buta. Seketika pula semua orang yang berada disana bermuka aneh karena menahan tawa. Kecuali para pendidik kami yang bebas mentertawakan kami. Akupun berfikir bahwa mereka lebih senang mentertawakan kami daripada mendidik kami, namun itu fikiran seorang siswa didik. Ah... Situ Lembang memang tempat yang sangat indah, pantas saja Acun “mimpi indah” walau tadi malam dinginnya menusuk tulang.
            terimakasih cun, mari kita nikmati keterjebakan kita disini
 tempat yang indah  hingga acun “mimpi indah”.
                Acun orang sangat baik. Setia kawan, supel, “bodor”, bodoh, dan banyak sekali kesan yang ia tinggalkan. Saat aku menulis ini kami telah bersahabat lebih dari enam tahun. Mungkin anda perlu juga bersahabat dengan dia agar tahu bagai mana asyiknya ada manusia seperti dia. Sampai saat ini kami berhubungan baik walaupun jarak memisahkan kami. Hampir tiga tahun lalu kami berpisah jarak untuk mencari nasi masing-masing. Beberapa bulan yang lalu kami baru naik gunung semeru, ia masih acun yang dulu. Walaupun memang ada juga sikap yang berbeda. Mungkin karena jarak yang membiarkan kami semakin tidak mengenal hingga lupa nantinya.
            Ini bukan hanya tentang dia. Semua berubah dihadapan jarak. Bisa kurasakan dari semua orang yang dulu dekat bagaikan saudara harus menyerah pada jarak. Hebatnya jarak bisa membuat kami tidak saling mengenal suatu saat nanti. Mungkin ada orang baru yang lebih mengasyikkan hingga peran satu sama lain dapat tergantikan, mungkin ada kegiatan yang lebih menarik di waktu sekarang, mungkin sahabat bukan lagi prioritas utama di dunia yang terbelakang ini, mungkin dan mungkin lagi.
            Namun dari semua perubahan yang terjadi kita patut syukuri telah memiliki masa lalu yang indah untuk diceritakan pada semua orang. Dan ketika ada yang bertanya siapa itu yang difoto bersamaku. Maka dengan bangga aku akan menjawab “Dia sahabat terbaikku”.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar