Tak pernah berfirasat
ataupun berangan bisa menjalani hidup di alam bebas. Petualangan terbesarku pun
hanya berjalan sejauh beberapa kilometer dari rumah ke kampung sebelah dengan
perbekalan yang “lebay” ala anak-anak ingusan komplek. Ya saat itu aku masih
SD, anggota petualangan itu beberapa teman –lupa siapa persisnya- dan kakakku
yang pemberani “ERA”, sebagai leader.
Namun
di luar kemalanganku di alam bebas aku tetap bersyukur bisa “dijebak” oleh Asep
Rakhmat Abdul Aziz –sekarang menjadi salah satu sahabat terbaikku- yang kala
itu mengaku bernama “koko”. Tak habis fikir dari mana nama “koko” bisa melekat
pada dirinya. Jika dibandingkan dengan warna kulitku memang iya jauh lebih
putih, namun itu dulu sebelum kami terperosok di dunia ini. Ia mengajakku
latihan pegiat alam yang ada disekolah PA-STAMPARA namanya. Entah mengapa aku
langsung mau, padahal aku sudah daftar pasukan baris-berbaris. Mungkin karena
jenuh ketika masa SMP yang hampir semua isi otakku tentang baris, aku mulai
ingin beranjak kedunia lain. Ketika itu yang aku bayangkan tentang PA-STAMPARA
adalah camping hangat dengan api unggun, makanan, gitar dan nyanyian. Namun
nyatanya? akan ku ungkap nanti didepan.
Terimakasih
Acun atas rayuan mautmu waktu itu hingga aku bisa terperdaya. “Acun” nama koko
telah berganti dengan seiringnya waktu, walaupun banyak nama yang pernah kami
sematkan pada Asep namun Acun is famaous. “hejo” kami pernah menyebutnya dengan
nama itu, karena ia selalu mengenakan kaos berwarna hijau atau hejo dalam bahasa
sunda atau “Aceng” singkatan dari “Acun Buceng” pernah kami sematkan. Nama itu
bertengger karena ketika DIKLAT-SAR PA-STAMPARA di Situ Lembang.
“sekarang kalian shalat lalu
persiapkan alat masak!”
“instruksi Kang...! saya tidak bisa
shalat”
“kenapa kamu?”
“saya habis mimpi”.
Itulah
pernyataan terakhir Acun yang membelah pagi buta. Seketika pula semua orang
yang berada disana bermuka aneh karena menahan tawa. Kecuali para pendidik kami
yang bebas mentertawakan kami. Akupun berfikir bahwa mereka lebih senang
mentertawakan kami daripada mendidik kami, namun itu fikiran seorang siswa
didik. Ah... Situ Lembang memang tempat yang sangat indah, pantas saja Acun
“mimpi indah” walau tadi malam dinginnya menusuk tulang.
“terimakasih cun, mari kita nikmati keterjebakan
kita disini”
tempat yang indah hingga acun “mimpi indah”.
Acun orang sangat baik. Setia kawan,
supel, “bodor”, bodoh, dan banyak sekali kesan yang ia tinggalkan. Saat aku
menulis ini kami telah bersahabat lebih dari enam tahun. Mungkin anda perlu
juga bersahabat dengan dia agar tahu bagai mana asyiknya ada manusia seperti
dia. Sampai saat ini kami berhubungan baik walaupun jarak memisahkan kami.
Hampir tiga tahun lalu kami berpisah jarak untuk mencari nasi masing-masing. Beberapa
bulan yang lalu kami baru naik gunung semeru, ia masih acun yang dulu. Walaupun
memang ada juga sikap yang berbeda. Mungkin karena jarak yang membiarkan kami
semakin tidak mengenal hingga lupa nantinya.
Ini bukan
hanya tentang dia. Semua berubah dihadapan jarak. Bisa kurasakan dari semua
orang yang dulu dekat bagaikan saudara harus menyerah pada jarak. Hebatnya
jarak bisa membuat kami tidak saling mengenal suatu saat nanti. Mungkin ada
orang baru yang lebih mengasyikkan hingga peran satu sama lain dapat
tergantikan, mungkin ada kegiatan yang lebih menarik di waktu sekarang, mungkin
sahabat bukan lagi prioritas utama di dunia yang terbelakang ini, mungkin dan
mungkin lagi.
Namun dari
semua perubahan yang terjadi kita patut syukuri telah memiliki masa lalu yang
indah untuk diceritakan pada semua orang. Dan ketika ada yang bertanya siapa
itu yang difoto bersamaku. Maka dengan bangga aku akan menjawab “Dia sahabat terbaikku”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar